Senin, 24 September 2012

Who are u?


"Am I better off dead?  
Am I better off a quitter?  
They say I'm better off now 
Than I ever was with her  
As they take me to my local down the street
I'm smiling but I'm dying trying not to drag my feet.....
I'm still in love but all I heard
Was nothing.... "
                          ( The Script - Nothing )


p.s : Who are you? and who you think you are? I feel strong enough, although i've been yel your name when i remember both of us at last..


Senin, 18 Juni 2012

Us..


Let it flow,


Trust me and don't compare anything

When you thought and said :

" Moon, sun, and sky are different"

And i answered :

"They're not different, just fulfill each other"

Sabtu, 16 Juni 2012

Wind

For the reason that i can't explain,



I just hear a wind whispered, 

So deeply, so splendid

Without  a shape but i'm sure,
I'm happy with this..


Minggu, 22 April 2012

I Called him : "GOOD"


Tidak pernah memiliki,
jadi,untuk apa meratapi pergi..

Tidak pernah ada janji
jadi,tak mungkin menuntut yang diingini..

Tidak pernah satu rasa

jadi,tak perlu menjelaskan banyak kata

Mungkin kita belum memiliki

maka,belajar pesan dari yang pergi

Mungkin kita belum ada janji
maka,belajar dalam sebelum mengingkari

Mungkin kita belum satu rasa
maka, belajar bertanya asa lewat kata

Yang aku tau hanya satu : "in 3 or 5 years, it doesn't matter .We'll be back together,if Alloh wants us to be together. Even if one of us in the other part of world"
p.s. Especially for someone. And i called him : "GOOD"

Jumat, 13 April 2012

U.S.I.A

Kau tau tentang usia?
Jika tau, jelaskanlah padaku
Aku akan duduk manis di sampingmu
Tapi, jelaskan hingga aku tak lagi bertanya

Kau menatapku berbinar,
Menggebu,reaksioner,unik itu katamu
Aku menatapmu kabur

Melankolis,perfectionis,goyah itu kataku

Ya,apa yang sedang kita bicarakan?
Dalam mulut yang diam,bicara dengan guliran waktu
Aku bicara tentang masaku,yang bagimu masa depan
Kau bicara tentang masamu,yang bagiku masa lalu

Mari kita sepakati saja
Jika usia hanya hitungan angka
Maka jangan pernah menghitung,berhenti!
Lupakan dan jangan katakan usia lagi

Sulit? sudah terasa terengah -engah?
Dimulai pun belum, bagaimana bisa
Sebelum menjadi jengah yang semakin susah
Akhiri saja dan segera bicarakan lagi usia....

Karena kita sedang tidak bicara lewat kata
Tapi lewat mata yang bahasanya (masih) kita pelajari bersama


Selasa, 03 April 2012

Kita



Awalnya kita adalah buku
Yang saling mengisi ditiap lembar halamannya

Hingga kau menghapusku pelan - pelan

Dan aku merobekmu dalam diam

Saling meniadakan

Pada akhirnya....




Jika ada yg berubah kini

Bukan lantaran berkabut benci

Kalaupun memang ada

Tak lebih dari hitungan jari

Karena kita sedang belajar memahami

Arti dari sebuah keputusan...

Minggu, 19 Februari 2012

...

 
Memahamimu,seperti membaca sebuah buku. 
Harus membalik setiap halaman, hingga jariku tiba di halaman akhir.
Lalu kusimpulkan, itulah Kamu..



Memahamimu,seperti menaiki sebuah kapal. 

Harus terombang-ambing bersama ombak hingga tiba di dermaga.
Lalu kusadari,itulah Kamu..



Memahamimu, seperti mendekap angin. 

Harus memejamkan mata, hingga hembusannya mampu menyentuh pori-pori terdalam.
Lalu kurasakan, itulah Kamu..


Kamu dan Kepahamanku, 

seperti dua sisi mata uang berlawanan yang saling melengkapi,
seperti mawar dan duri yang saling menghiasi. 
Pun seperti deretan angka bebeda yang saling menggenapi.


Hingga,
Dapat kusimpulkan bahwa kamu adalah kamu
Dapat Kusadari bahwa kamu adalah kamu
Dapat Kurasakan bahwa kamu adalah kamu


Dan,
Kepahamanku adalah milikku
Kepahamanku adalah lajurku
Kepahamanku adalah tabirku..


Karena kita bicara tentang dua hal, sayang. Tentang Kamu dan Kepahamanku... 


*puisi lama yang masih sesuai hati hari ini.. =)

M A R A H & D I A M

    Sebagian orang mengatakan bahwa obatnya marah adalah,diam. Bahkan sebagaian pula yang mencoba terhadap diri mereka sendiri. Ada yang berhasil namun tak sedikit pula yang gagal.Atau kadang juga kita menjumpai sebagian orang yang meluapkan amarahnya secara terbuka  berharap hilang setelahnya. Tapi, sadarkah bahwa kondisi marah yang paling tinggi justru ketika seseorang itu diam. How can? karena saat kita diam di tengah amarah yang memuncak,saat itulah kita tengah memberi penghukuman terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sehingga rasa sakit akan terasa semakin menyakitkan. Penghukuman macam apa? bagi mereka yang berjiwa plegmatis dan melankolis, akan memberi penghukuman terhadap diri mereka sendiri akibat pengendalian amarah yang dirasa cukup buruk. Sedangkan bagi sosok koleris, penghukuman yang diberikan lebih condong kepada orang lain. Atau analoginya seperti yang sering kita dengar, air yang terlihat tenang,justru memiliki arus bawah yang besar dengan potensi menghanyutkan yang besar pula dibanding air yang memiliki riak besar di permukaannya.

    Termasuk saya. Jujur saya katakan, bahwa pada dasarnya saya seorang dengan temperamen tinggi. Tanpa sungkan, saya memperkenalkan diri saya sebagai sosok koleris, secara langsung ataupun tidak. Layaknya sosok koleris, saya termasuk orang yang kurang suka diabaikan dalam keadaan apapun. Jika saya berada pada sebuah kondisi dimana ternyata saya diabaikan, maka saya tidak akan pernah memberikan pilihan namun saya yang justru membuat pilihan : "i'm the one who say NO and bid farewell". Look like so selfish and arrogant ,rite?. Tapi begitulah cara saya untuk bisa bertahan.Menangis tanpa harus terlihat meratapi, marah tanpa harus menunjukkan emosi membara. Selain itu, faktor lingkungan kerja saya saat ini, menuntut saya agar bersikap lebih fleksibel. Jika dulu sewaktu masih berstatus mahasiswa, idealisme saya selalu keluar melalui teriakan-teriakan lantang saya di jalan ataupun di hadapan civitas akademik.Saya menyadari itu, dan berusaha untuk mengalihkan sifat-sifat dominan saya agar bisa dipahami orang lain,khususnya di lingkungan kerja saya. Mengapa dialihkan, karena saya tidak memiliki kemampuan untuk merubahnya, seperti inilah cara saya mengendalikannya.Intinya, diam adalah tingkatan marah yang paling tinggi. Sebab, sampai saat ini belum ada manusia satu pun yang berhasil menemukan alat ataupun metode untuk mengetahui kedalaman rasa dari hati seorang manusia.Dan saya memilih diam ketika marah, hingga kekuatan saya terkumpul untuk menggulingkan keadaan seperti apa yang saya inginkan. Bukan berarti idealisme saya luntur pun bukan pula atas landasan dendam, hanya ingin menikmati marah dengan cara saya sendiri agar tidak ada yang mampu menghitung seberapa kuat saya membalik keadaan. I'm coleric,just the way i'm..=)

   

Rabu, 01 Februari 2012

Tentang Maaf dan Melupakan

Menghitung putaran pedati waktu
Dari ujung-ujung jari menggambar kata
Menulis, mengeja,dan terbata - bata
Dilain waktu bersama rasa berbeda
Ada hati yang mengeras membatu
Bersama kabut menutup pandang mata
Ah, sedang jenuh nampaknya

Mari menutup mata,biarkan gelap satu-satu
Menciumi angin yang jujur membawa berita...

Aku yang tersadar dari sadar sebenarnya
Sempat kau cemas akan teriakanku
Lalu kau batasi perlahan langkahku
Agar teriakanku tak diikuti, begitu maksudmu
Semua ku kubur dalam masa pada akhirnya
Pada bayang hitam kutitipkan benci,amarah,egoku
Tentangmu, ya tentangmu yang merasa memimpinku
Dia, kita, mereka, yang luka atas alpamu
Serentak mengalungkan maaf bagimu serta masa lalu


Lalu bagiku? Aku menyerahkan maafku sebesar yang kau minta
Tapi tidak untuk melupakan ataupun menghapus semuanya
Ini bukan tentang ikhlas yang sedang dipelajari umat
Yang ketika Rasul sekalipun ditanya, itu rahasia Alloh ujarnya
Layaknya  kematian dan  rezeki yang ikut dirahasiakan
Maka, aku memilih memunggungi demi ketenangan
Agar kelak aku tak mewarisi cacat tersembunyi kepemimpinanmu
Kau termaafkan tapi tidak terlupakan


Aku dan Sang Senior yang beradu luka di masa lalu... 



Minggu, 22 Januari 2012

Rindu

    Adakalanya rindu memaksa masuk dan memenuhi seisi kepala, tanpa pengampunan terus menjejali ingatan akan beberapa kejadian yang telah terlewati. Tak perduli tentang apa, yang jelas rindu adalah sesuatu yang begitu menarik. Rindu pulalah berperan sebagai tanda bahwa hidup berjalan ke masa depan sekaligus pengingat bahwa ada beberapa bagian hidup yang (ternyata) tersimpan rapi di memori kita. Ya, itulah rindu. Semanis saat awal mengingat namun berubah seketika sepahit empedu saat rindu menjelma menjadi sembilu. Tentu tidak dapat dihindari, menerima meski secara perlahan adalah jalan satu-satunya. Sekeras apapun menolak, sekeras itupula rindu memaksa masuk ke dalam jiwa.

    Seperti jingga yang datang sebagai pertanda senja dan menghilang sebagai pertanda datangnya malam, semuanya tak pernah benar-benar saling memiliki. Kenapa kemudian ada rasa rindu? karena kita pernah merasa memiliki. Tidak mungkin rindu hadir hanya karena alasan waktu, melainkan selalu dikuatkan oleh keterikatan perasaan. Saling memiliki. Semua yang terlihat mesra, pada kenyataanya hanyalah soal saling menggantikan. Bulan dan matahari yang mesra dan terlihat mengerti satu sama lain,nyatanya menjalin hubungan saling menggantikan pula. Tak ada bulan jika matahari enggan beranjak pergi pun begitu sebaliknya. Seperti rindu yang dirasa, ternyata hadirnya karena tergantikan oleh waktu dan rasa baru yang mengisi jiwa.

    Saya melihat mendung saat ini, yang (ternyata) mengundang datangnya rindu . Betapa banyak waktu yang telah terlewati selurus dengan banyaknya hala-hal baru yang ditemui. Ya, nyatanya saya rindu akan banyak hal. Hingga saya bingung harus dimulai darimana menikmati rindu-rindu ini? Tentang jalan yang selalu ditapaki beberapa tahun silam, juga tangan yang pernah saling menggenngam dan bahu yang saling merindukan untuk sekedar berbagi air mata. Entah karena dunia baru yang begitu indah atau karena masa lalu yang begitu membosankan, hingga rindu menjadi bertumpuk. Satu hal yang pasti, saya hanya tahu bahwa kini saya tak takut kesendirian. Saya lebih memahami kemampuan pribadi, pun lebih bijak melihat sekitar. Tanpa mengabaikan orang-orang sekitar yang masih perduli terhadap saya tentunya. Huff, mari menikmati rindu...

Kamis, 19 Januari 2012

Pahit ya!

    Kemarin, iseng mencicipi kopi papa. Wuih, pahitnya masih terasa sampai hari ini. Bukan hanya karena saya yang kurang suka kopi, ditambah lagi saya lupa kalau papa adalah penggemar kopi pahit. Alhasil, inilah untuk pertama kalinya , setelah beberapa waktu silam, kembali saya mencoba "berkenalan" dengan kopi dan saya semakin tidak menyukainya. Pahit. Pernah beberapa teman mencoba merayu saya untuk mencicipi kopi dengan rasa yang lebih "bersahabat" tapi tetap saja menjawab: " Ini bukan kopi asli,ini mah campuran. Kopi, tetep aja berasa pait". Meski saya sudah mencoba menyakinkan diri saya untuk menciptakan pemikiran : "Kopi itu manis", tetap saja selalu gagal. Sugesti yang sedang coba saya hadirkan, kalah dengan sugesti yang justru tercipta  diluar keinginan saya. Pahit dan pahit.


    Sampai di detik saat jari-jari menuliskan tentang ini, saya masih enggan menatap gelas berisi cairan hitam itu. Melihat papa yang beberapa menit lalu begitu asyiknya menikmati seteguk demi seteguk kopi, dan selalu berulang ditiap harinya, membuat say berpikir : "Apakah memang rasa kopi yang pahit, atau justru lidah saya yang mati rasa?". Selalu saya ulang pertanyaan tersebut untuk mendapat jawabannya. Mungkin saya dan kopi memang sama-sama pahit. Kandungan kopi yang membuat rasa pahit dan isi pikiran saya yang dipenuhi hal-hal yang pahit. Ya, mungkin saat ini saya belum bisa berkompromi dengan pahitnya kopi tapi setidaknya saya mulai menyakini bahwa yang membuat saya enggan bukan pada kata KOPI melainkan pada rasa PAHIT yang ada di dalamnya.

    Saya tidak pernah berharap, tidak menemukan rasa pahit itu selain dari Kopi. Termasuk kamu. Jangan menjadi rasa pahit pada kopi jika tidak ingin kupunggungi. Atau justru kamu telah berubah perlahan menjadi rasa pahit dalam secangkir kopi pahit yang begitu membuatku trauma hingga enggan mendekat. Entahlah, mari kita saling merasakan.. =)

Selasa, 17 Januari 2012

Hey,Kamu!

Hey! 
Kamu,Lama tidak berjumpa
Bersua lewat maya pun jarang kurasa
Adakah yang berubah? 
Atau terasa (masih) ada yang salah?
Ya, ya, ya, kamu beri ruang untuk bergerak
Seperti biasa, membiarkanku tersesat menebak..

Hey!
Kamu, laki-laki lusuh.
Apa yang menarik darimu,ha?
Berjalan tegap dengan tatapan angkuh
Kepala terisi idealisme manusia yang memanusiakan manusia
Alangkah  menyebalkan melihatnya.
Ya, ya, ya, kamu bercerita panjang tentang cita
Seperti biasa, memaksaku mengerti siapa kamu sebenarnya

Hey!
Kamu, yang datang tanpa permisi
Dan pergi tanpa kata kompromi
Kesal bila membayangkan tingkahmu
Sekaligus Sakit menyadari ada ruang jarak kini
Jaring-jaring waktu yang tanpa sadar dipintal bersama
Ya,ya,ya, kamu meminta kita bicara dunia
Seperti biasa, menginginkanku berdiplomasi dalam kata

Hey!
Kamu, and i miss you so bad.
Kita yang (kini) tak lagi hangat bicara
Dan (mungkin) yang diam-diam masih saling memikirkan
Ada banyak hal yang tak sempat kita ungkapkan
Akhirnya,hanya mampu batin sebagai bahasa
Ya,ya, ya, kamu dan aku masih perlu waktu
Seperti biasa, waktu yang panjang dalam ruang yang hanya kita mengerti berdua...

p.s.  So, keep in humble. Like you said : "whatever your "color", it's about the outside appearance only ". Buat kamu, kalian ataupun kita yang kini (mungkin) telah saling memunggungi... =)
#you #friend #we 


Minggu, 01 Januari 2012

Love You, Mama...

Kata Mama :
" Banyak Api Disana. Semakin Dalam,Semakin Besar Kobarannya. Kapan Padamnya?

Jawaban Saya :
" Apinya memang masih berkobar,Ma. Terima kasih karena memilih untuk menjadi air disaat yang lain memilih untuk menjadi angin..."

   
       Teruntuk Mama tersayang,

   Ma, jangan khawatir bahwa panas ini akan membakar tubuhku. Bukankah mama sudah mencontohkan bagaimana agar bisa terus bertahan? dan aku mempelajarinya hingga saat ini,Ma. Mengamati diam-diam, lalu "mencuri" semua caramu, lantas mempelajarinya. Dalam tiap Tahajud yang selalu kau dirikan pun dalam setiap puasa yang kau tunaikan. Aku bisa melewatinya. Seperti tuturmu silam : " Mana mungkin melunakkan batu dengan batu". Ya, gadismu ini memang "batu",Ma. Teramat sering berjalan di koridor yang diyakini meski kaki menginjak bara api. Hanya satu yang selalu membuatku yakin, bahwa segala keputusan pasti ada pertanggung jawabannya, lagi-lagi kuingat itu darimu. Ma, aku tau bahwa kau menangkap keresahanku selama ini juga tentang ambisiku untuk "menampar" mereka semua. 

    Ini bukan dendam yang sengaja kusimpan,dan Kau tau itu,Ma. Kaulah orang pertama yang mengerti. Berulang kali  ku katakan, bahwa aku benci disia-siakan. Siapalah mereka,berani menyiayiakanku hanya karena aku terlalu lantang berbicara hingga menilai keimananku seperti hakim munafik dipersidangan yang sering kita tonton di TV. Sedang mereka tak pernah melihat apa-apa saja yang kukerjakan berdua bersama Rabb-ku. Tidak, tidak ada yang boleh tau itu, aku tak mau menjadi bagian dari orang-orang yang bongkahan -bongkahan surga di tangannya lenyap seketika hanya karena congkak menghitung banyaknya amalan yang telah dilakukan, bukan begitu Ma? Api memang masih berkobar,Ma.Tapi aku tak pernah takut kobarannya menghanguskan tubuhku karena ada Kau yang selalu menjadi air untuk memadamkannya, dan tak pernah menjadi angin yang justru membuat kobarannya semakin besar...Love You,Mama.....


With Tears,
        WNA