Minggu, 22 Januari 2012

Rindu

    Adakalanya rindu memaksa masuk dan memenuhi seisi kepala, tanpa pengampunan terus menjejali ingatan akan beberapa kejadian yang telah terlewati. Tak perduli tentang apa, yang jelas rindu adalah sesuatu yang begitu menarik. Rindu pulalah berperan sebagai tanda bahwa hidup berjalan ke masa depan sekaligus pengingat bahwa ada beberapa bagian hidup yang (ternyata) tersimpan rapi di memori kita. Ya, itulah rindu. Semanis saat awal mengingat namun berubah seketika sepahit empedu saat rindu menjelma menjadi sembilu. Tentu tidak dapat dihindari, menerima meski secara perlahan adalah jalan satu-satunya. Sekeras apapun menolak, sekeras itupula rindu memaksa masuk ke dalam jiwa.

    Seperti jingga yang datang sebagai pertanda senja dan menghilang sebagai pertanda datangnya malam, semuanya tak pernah benar-benar saling memiliki. Kenapa kemudian ada rasa rindu? karena kita pernah merasa memiliki. Tidak mungkin rindu hadir hanya karena alasan waktu, melainkan selalu dikuatkan oleh keterikatan perasaan. Saling memiliki. Semua yang terlihat mesra, pada kenyataanya hanyalah soal saling menggantikan. Bulan dan matahari yang mesra dan terlihat mengerti satu sama lain,nyatanya menjalin hubungan saling menggantikan pula. Tak ada bulan jika matahari enggan beranjak pergi pun begitu sebaliknya. Seperti rindu yang dirasa, ternyata hadirnya karena tergantikan oleh waktu dan rasa baru yang mengisi jiwa.

    Saya melihat mendung saat ini, yang (ternyata) mengundang datangnya rindu . Betapa banyak waktu yang telah terlewati selurus dengan banyaknya hala-hal baru yang ditemui. Ya, nyatanya saya rindu akan banyak hal. Hingga saya bingung harus dimulai darimana menikmati rindu-rindu ini? Tentang jalan yang selalu ditapaki beberapa tahun silam, juga tangan yang pernah saling menggenngam dan bahu yang saling merindukan untuk sekedar berbagi air mata. Entah karena dunia baru yang begitu indah atau karena masa lalu yang begitu membosankan, hingga rindu menjadi bertumpuk. Satu hal yang pasti, saya hanya tahu bahwa kini saya tak takut kesendirian. Saya lebih memahami kemampuan pribadi, pun lebih bijak melihat sekitar. Tanpa mengabaikan orang-orang sekitar yang masih perduli terhadap saya tentunya. Huff, mari menikmati rindu...

Kamis, 19 Januari 2012

Pahit ya!

    Kemarin, iseng mencicipi kopi papa. Wuih, pahitnya masih terasa sampai hari ini. Bukan hanya karena saya yang kurang suka kopi, ditambah lagi saya lupa kalau papa adalah penggemar kopi pahit. Alhasil, inilah untuk pertama kalinya , setelah beberapa waktu silam, kembali saya mencoba "berkenalan" dengan kopi dan saya semakin tidak menyukainya. Pahit. Pernah beberapa teman mencoba merayu saya untuk mencicipi kopi dengan rasa yang lebih "bersahabat" tapi tetap saja menjawab: " Ini bukan kopi asli,ini mah campuran. Kopi, tetep aja berasa pait". Meski saya sudah mencoba menyakinkan diri saya untuk menciptakan pemikiran : "Kopi itu manis", tetap saja selalu gagal. Sugesti yang sedang coba saya hadirkan, kalah dengan sugesti yang justru tercipta  diluar keinginan saya. Pahit dan pahit.


    Sampai di detik saat jari-jari menuliskan tentang ini, saya masih enggan menatap gelas berisi cairan hitam itu. Melihat papa yang beberapa menit lalu begitu asyiknya menikmati seteguk demi seteguk kopi, dan selalu berulang ditiap harinya, membuat say berpikir : "Apakah memang rasa kopi yang pahit, atau justru lidah saya yang mati rasa?". Selalu saya ulang pertanyaan tersebut untuk mendapat jawabannya. Mungkin saya dan kopi memang sama-sama pahit. Kandungan kopi yang membuat rasa pahit dan isi pikiran saya yang dipenuhi hal-hal yang pahit. Ya, mungkin saat ini saya belum bisa berkompromi dengan pahitnya kopi tapi setidaknya saya mulai menyakini bahwa yang membuat saya enggan bukan pada kata KOPI melainkan pada rasa PAHIT yang ada di dalamnya.

    Saya tidak pernah berharap, tidak menemukan rasa pahit itu selain dari Kopi. Termasuk kamu. Jangan menjadi rasa pahit pada kopi jika tidak ingin kupunggungi. Atau justru kamu telah berubah perlahan menjadi rasa pahit dalam secangkir kopi pahit yang begitu membuatku trauma hingga enggan mendekat. Entahlah, mari kita saling merasakan.. =)

Selasa, 17 Januari 2012

Hey,Kamu!

Hey! 
Kamu,Lama tidak berjumpa
Bersua lewat maya pun jarang kurasa
Adakah yang berubah? 
Atau terasa (masih) ada yang salah?
Ya, ya, ya, kamu beri ruang untuk bergerak
Seperti biasa, membiarkanku tersesat menebak..

Hey!
Kamu, laki-laki lusuh.
Apa yang menarik darimu,ha?
Berjalan tegap dengan tatapan angkuh
Kepala terisi idealisme manusia yang memanusiakan manusia
Alangkah  menyebalkan melihatnya.
Ya, ya, ya, kamu bercerita panjang tentang cita
Seperti biasa, memaksaku mengerti siapa kamu sebenarnya

Hey!
Kamu, yang datang tanpa permisi
Dan pergi tanpa kata kompromi
Kesal bila membayangkan tingkahmu
Sekaligus Sakit menyadari ada ruang jarak kini
Jaring-jaring waktu yang tanpa sadar dipintal bersama
Ya,ya,ya, kamu meminta kita bicara dunia
Seperti biasa, menginginkanku berdiplomasi dalam kata

Hey!
Kamu, and i miss you so bad.
Kita yang (kini) tak lagi hangat bicara
Dan (mungkin) yang diam-diam masih saling memikirkan
Ada banyak hal yang tak sempat kita ungkapkan
Akhirnya,hanya mampu batin sebagai bahasa
Ya,ya, ya, kamu dan aku masih perlu waktu
Seperti biasa, waktu yang panjang dalam ruang yang hanya kita mengerti berdua...

p.s.  So, keep in humble. Like you said : "whatever your "color", it's about the outside appearance only ". Buat kamu, kalian ataupun kita yang kini (mungkin) telah saling memunggungi... =)
#you #friend #we 


Minggu, 01 Januari 2012

Love You, Mama...

Kata Mama :
" Banyak Api Disana. Semakin Dalam,Semakin Besar Kobarannya. Kapan Padamnya?

Jawaban Saya :
" Apinya memang masih berkobar,Ma. Terima kasih karena memilih untuk menjadi air disaat yang lain memilih untuk menjadi angin..."

   
       Teruntuk Mama tersayang,

   Ma, jangan khawatir bahwa panas ini akan membakar tubuhku. Bukankah mama sudah mencontohkan bagaimana agar bisa terus bertahan? dan aku mempelajarinya hingga saat ini,Ma. Mengamati diam-diam, lalu "mencuri" semua caramu, lantas mempelajarinya. Dalam tiap Tahajud yang selalu kau dirikan pun dalam setiap puasa yang kau tunaikan. Aku bisa melewatinya. Seperti tuturmu silam : " Mana mungkin melunakkan batu dengan batu". Ya, gadismu ini memang "batu",Ma. Teramat sering berjalan di koridor yang diyakini meski kaki menginjak bara api. Hanya satu yang selalu membuatku yakin, bahwa segala keputusan pasti ada pertanggung jawabannya, lagi-lagi kuingat itu darimu. Ma, aku tau bahwa kau menangkap keresahanku selama ini juga tentang ambisiku untuk "menampar" mereka semua. 

    Ini bukan dendam yang sengaja kusimpan,dan Kau tau itu,Ma. Kaulah orang pertama yang mengerti. Berulang kali  ku katakan, bahwa aku benci disia-siakan. Siapalah mereka,berani menyiayiakanku hanya karena aku terlalu lantang berbicara hingga menilai keimananku seperti hakim munafik dipersidangan yang sering kita tonton di TV. Sedang mereka tak pernah melihat apa-apa saja yang kukerjakan berdua bersama Rabb-ku. Tidak, tidak ada yang boleh tau itu, aku tak mau menjadi bagian dari orang-orang yang bongkahan -bongkahan surga di tangannya lenyap seketika hanya karena congkak menghitung banyaknya amalan yang telah dilakukan, bukan begitu Ma? Api memang masih berkobar,Ma.Tapi aku tak pernah takut kobarannya menghanguskan tubuhku karena ada Kau yang selalu menjadi air untuk memadamkannya, dan tak pernah menjadi angin yang justru membuat kobarannya semakin besar...Love You,Mama.....


With Tears,
        WNA